Sabtu, 15 September 2012

Strategi Reframing


1.      Pengertian Reframing
            Menurut Cormier (1985:417) “Reframing (sometimes also called reliabeling) is an approach that modifies or structures a client’s perceptions or view of a problem or a behaviour”. Yang menerangkan bahwa reframing (yang disebut juga dengan pelabelan ulang) yaitu suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi konseli atau cara pandang terhadap masalah atau tingkah laku.
            Menurut Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldrad dan Geldard 2011:165) reframing adalah pengubahan kerangka pandang pada konseli. Ketrampilan ini dikembangkan dari pemrogaman neuro-linguistikpada tahun 1989. Secara khusus ketrampilan ini berfungsi untuk membantu konseli-konseli yang terperangkap oleh pandangan yang sempit dan negatif tentang dunia mereka. Dengan menggunakan pengubahan kerangka pandang atau reframing, konselor akan dapat membantu mereka beralih pada pandangan yang lebih luas dan positif, dan hasilnya akan ada perubahan terhadap cara berfikir mereka tentang kondisi mereka.
            Sedangkan menurut Wiwoho (2011:41) reframing adalah upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah sudut pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri. Darminto (2007:182) mengungkapkan bahwa teknik refarming digunakan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.
            Pengubahan kerangka pandang atau refarming memberi konseli gambaran yang lebih besar tentang dunia mereka dan dapat membantu memandang situasi mereka dengan cara yang berbeda dan lebih konstruktif. Pengubahan kerangka pandang harus dilakukan secara sensitif dan hati-hati, kerangka-kerangka pandang baru harus ditawarkan dengan cara yang dapat membuat konseli merasa nyaman untuk memilih apakah akan menerima kerangka pandang tersebut atau menolaknya. Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldrad dan Geldard 2011:223)
            Menurut Watzlawick, (dalam Weakland an Fisch, 1974) “describe the gentle art reframing thus : to reframe, then means to change the conceptual and / or emotional setting or viewpoint in relation to which a situation is experienced and to place it in another frame which fits the “facts” of the same concrete situation equally well or even better, and thereby changing its entire meaning”. Yang mendeskripsikan bahwa seni yang lembut dari reframing adalah membingkai ulang berarti mengubah konsepsi dan / atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah pernah dialami dan meletakkanya dibingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta dari situasi konkret yang sama baik atau yang lebih baik dan dengan demikian mengubah artinya secara keseluruhan.
            Berdasarakan beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa refarming adalah suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap masalah atau tingkah laku dan untuk membantu konseli membentuk atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.

           
2.  Macam-macam Reframing
Cornier (1985:418) menyebutkan ada dua strategi reframing antara lain :
a. Meaning Reframes                  
Metode yang paling umum adalah Meaning reframes, yaitu sebuah metode untuk membingkai ulang arti dari situasi masalah atau tingkah laku.
b. Context Reframes
Context Reframes adalah suatu metode yang membantu konseli untuk mengembangkan dan memutuskan kapan, dimana, dengan tingkah laku masalah diberikan secara berguna dan tepat. dalam penelitian ini yang digunakan adalah meaning reframes, karena hanya membingkai ulang arti dari situasi masalah atau tingkah laku.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa macam – macam reframing adalah meliputi meaning reframing yang membingkai ulang arti dari situasi masalah atau tingkah laku dan context reframing yang membuat rencana spesifik mengenai tingkah laku yang akan diberikan secara tepat.

3.  Tahapan Strategi Reframing
            Cornier (1985 : 418) menyebutkan ada enam tahapan strategi  Reframing antara lain :
a.       Rasional
Rasioanal yang digunakan dalam strategi reframing bertujuan untuk menyakinkan konseli bahwa persepsi atau retribusi masalah dapat menyebabkan tekanan emosi. Tujuannya adalah agar konseli mengetahui alasan atau gambaran singkat mengenai strategi reframing dan untuk menyakinkan konseli bahwa cara pandang terhadap suatu masalah dapat menyebabkan tekanan emosi.

b.      Identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi masalah
            Dalam tahap ini, konselor membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan berbicara di depan umum. Selain itu juga bertujuan untuk membantu konseli menjadi waspada pada apa yang mereka hadapi dalam situasi masalah, karena konseli sering tidak memperhatikan detail-detail yang mereka hadapi dan informasi tentang situasi yang mereka pikirkan.

c.       Menguraikan peran dari fitur-fitur persepsi terpilih
Setelah konseli menyadari kehadiran otomatis mereka. Mereka diminta untuk memerankan situasi dan sengaja menghadapi fitur-fitur terpilih yang telah mereka proses secara otomatis. Tujuannya adalah agar konseli dapat mengenali pikiran-pikiran dalam situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan, yang dirasakan mengganggu diri konseli dan mengganti pikiran-pikiran tersebut agar tidak menimbulkan kecemasan.
d.      Identifikasi persepsi alternatif
Pada tahap ini konselor dapat membantu konseli mengubah fokus perhatiannya dengan menyeleksi fitur-fitur lain dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah agar konseli mampu menyeleksi gambaran-gambaran lain dari perilaku yang dihadapi.
e.       Modifikasi dan persepsi dalam situasi masalah
Konselor dapat membimbing konseli dengan mengarahkan konseli pada titik perhatian lain dari situasi masalah. Tujuannya adalah agar konseli dapat menciptakan respon dan pengamatan baru yang didesain untuk memecahkan perumusan model lama dan meletakkan draf untuk perumusan baru yang lebih efektif. Beralih dari pikiran-pikiran konseli dalam situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan yang dirasakan mengganggu konseli ke pikiran yang tidak menimbulkan kecemasan.
f.       Pekerjaan rumah dan penyelesaiannya
Konselor dapat menyarankan yang diikuti konseli selama situasi ini format yang sama dengan yang digunakan dalam terapi. Konseli diinstruksi menjadi lebih waspada akan fitur-fitur terkode yang penting atau situasi profokatif dan penuh tekanan, untuk menggabungkan perasaan yang tidak nyaman, untuk melakukan uraian peranan atau kegiatan praktik dan mencoba membuat pergantian perceptual selama situasi-situasi ini ke fitur-fitur lain dari situasi yang dulu diabaikan. Tujuannya adalah agar konseli mengetahui perkembangan dan kemajuan selama strategi ini berlangsung serta bisa menggunakan pikiran-pikiran dalam situasi yang tidak mengandung tekanan dalam situasi masalah yang nyata.
        
         Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tahapan strategi reframing adalah meliputi: 1) rasional yang memperkenalkan strategi reframing kepada konseli dan menjelaskan maksud dari penggunaannya, 2) identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi masalah yang membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, 3) menguraikan peran dari fitur-fitur persepsi terpilih yang mengharapkan konseli dapat memerankan kondisi kecemasan yang telah diidentifikasi pada tahap dua, 4) identifikasi persepsi alternatif yang meminta konseli untuk memilih persepsi alternatif atau sudut pandang baru sebagai pengganti dari persepsi sebelumnya yang dilakukan pada tahap dua dan tiga, 5) modifikasi dan persepsi dalam situasi masalah yang meminta konseli untuk berlatih dalam mengalihkan persepsi lama (yang menimbulkan situasi tekanan dan kecemasan) ke persepsi baru (yang lebih nyaman dan tidak menimbulkan kecemasan), 6) pekerjaan rumah dan tindak lanjut yang mengharuskan konseli untuk berlatih dalam melakukan pengubahan secara cepat dari persepsi lama ke persepsi atau sudut pandang yang baru dan menerapkannya dalam kondisi yang nyata atau sebenarnya.

4. Kegunaan Strategi Reframing

         Cormier (1985: 417, 418) menyebutkan kegunaan strategi reframing antara lain :
a.       Dalam terapi keluarga, reframing digunakan sebagai suatu cara untuk mengubah cara keluarga dalam pengkodean sebuah masalah atau konflik.
b.      Bagi konseli secara individu, reframing memiliki sejumlah kegunaan antara lain :
1)      Dengan mengubah atau menata pengkodean dan perasaan konseli, dapat mengurangi pembelaan dan mobilisasi sumber-sumber konseli dan dorongan untuk berubah.
2)      Dapat mengalihkan fokus dari atribusi tingkah laku yang terlalu dipermudah dan ingin dibuat konseli (aku malas atau aku tidak tegas)
3)      Dapat menjadi strategi yang berguna dalam menangani konseli yang keras kepala.
            Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat ditarik simpulan bahwa strategi reframing memiliki kegunaan untuk terapi keluarga dan konseli secara individu, bagi terapi keluarga berguna untuk mempersepsi permasalahan dengan cara atau sudut pandang lain yang lebih tepat dan bagi konseli secara individu berguna untuk mengubah cara konseli dalam memandang suatu masalah serta dapat membangkitkan diri dari persepsi negatif yang tidak membangun.

5. Fokus dan tujuan Strategi Reframing
            Menurut Cormier (1985:417), focus dari strategi reframing terletak pada alasan yang salah dan keyakinan serta kesimpulan yang tidak logis. Tujuannya adalah untuk membedakan keyakinan irasional atau pernyataan diri negatif.
            Jadi dapat disimpulkan bahwa fokus dari strategi reframing adalah keyakinan atau persepsi yang salah dan tidak logis dalam memandang diri sendiri dan suatu masalah. Sedangkan tujuannya adalah untuk dapat membedakan dan mengenali antara keyakinan irasional dengan keyakinan rasional atau pernyataan diri positif.