1. Pengertian Reframing
Menurut Cormier (1985:417)
“Reframing (sometimes also called reliabeling) is an approach that modifies or
structures a client’s perceptions or view of a problem or a behaviour”. Yang
menerangkan bahwa reframing (yang disebut juga dengan pelabelan ulang) yaitu
suatu pendekatan yang mengubah atau menyusun kembali persepsi konseli atau cara
pandang terhadap masalah atau tingkah laku.
Menurut Bandler, Grinder dan Andreas
(dalam Geldrad dan Geldard 2011:165) reframing adalah pengubahan kerangka
pandang pada konseli. Ketrampilan ini dikembangkan dari pemrogaman
neuro-linguistikpada tahun 1989. Secara khusus ketrampilan ini berfungsi untuk
membantu konseli-konseli yang terperangkap oleh pandangan yang sempit dan
negatif tentang dunia mereka. Dengan menggunakan pengubahan kerangka pandang
atau reframing, konselor akan dapat membantu mereka beralih pada pandangan yang
lebih luas dan positif, dan hasilnya akan ada perubahan terhadap cara berfikir
mereka tentang kondisi mereka.
Sedangkan menurut Wiwoho (2011:41)
reframing adalah upaya untuk membingkai ulang sebuah kejadian dengan mengubah
sudut pandang tanpa merubah kejadian itu sendiri. Darminto (2007:182)
mengungkapkan bahwa teknik refarming digunakan untuk membantu konseli membentuk
atau mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.
Pengubahan kerangka pandang atau
refarming memberi konseli gambaran yang lebih besar tentang dunia mereka dan
dapat membantu memandang situasi mereka dengan cara yang berbeda dan lebih
konstruktif. Pengubahan kerangka pandang harus dilakukan secara sensitif dan
hati-hati, kerangka-kerangka pandang baru harus ditawarkan dengan cara yang
dapat membuat konseli merasa nyaman untuk memilih apakah akan menerima kerangka
pandang tersebut atau menolaknya. Bandler, Grinder dan Andreas (dalam Geldrad
dan Geldard 2011:223)
Menurut Watzlawick, (dalam Weakland
an Fisch, 1974) “describe the gentle art reframing thus : to reframe, then
means to change the conceptual and / or emotional setting or viewpoint in
relation to which a situation is experienced and to place it in another frame
which fits the “facts” of the same concrete situation equally well or even
better, and thereby changing its entire meaning”. Yang mendeskripsikan bahwa
seni yang lembut dari reframing adalah membingkai ulang berarti mengubah
konsepsi dan / atau cara pandang dalam hubungannya terhadap situasi yang sudah
pernah dialami dan meletakkanya dibingkai lain yang sesuai dengan fakta-fakta
dari situasi konkret yang sama baik atau yang lebih baik dan dengan demikian
mengubah artinya secara keseluruhan.
Berdasarakan beberapa pendapat
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa refarming adalah suatu pendekatan yang
mengubah atau menyusun kembali persepsi atau cara pandang konseli terhadap
masalah atau tingkah laku dan untuk membantu konseli membentuk atau
mengembangkan pikiran lain yang berbeda tentang dirinya.
2. Macam-macam Reframing
Cornier (1985:418)
menyebutkan ada dua strategi reframing antara lain :
a. Meaning
Reframes
Metode
yang paling umum adalah Meaning reframes,
yaitu sebuah metode untuk membingkai ulang arti dari situasi masalah atau
tingkah laku.
b.
Context Reframes
Context Reframes adalah
suatu metode yang membantu konseli untuk mengembangkan dan memutuskan kapan,
dimana, dengan tingkah laku masalah diberikan secara berguna dan tepat. dalam
penelitian ini yang digunakan adalah meaning
reframes, karena hanya membingkai ulang arti dari situasi masalah atau
tingkah laku.
Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa macam – macam reframing adalah meliputi meaning reframing yang membingkai ulang
arti dari situasi masalah atau tingkah laku dan context reframing yang membuat rencana spesifik mengenai tingkah
laku yang akan diberikan secara tepat.
3. Tahapan Strategi Reframing
Cornier (1985 : 418) menyebutkan ada enam tahapan
strategi Reframing antara lain :
a. Rasional
Rasioanal yang
digunakan dalam strategi reframing bertujuan untuk menyakinkan konseli bahwa
persepsi atau retribusi masalah dapat menyebabkan tekanan emosi. Tujuannya
adalah agar konseli mengetahui alasan atau gambaran singkat mengenai strategi
reframing dan untuk menyakinkan konseli bahwa cara pandang terhadap suatu
masalah dapat menyebabkan tekanan emosi.
b. Identifikasi
persepsi dan perasaan konseli dalam situasi masalah
Dalam tahap ini, konselor membantu konseli untuk
mengidentifikasi persepsi atau pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang
menimbulkan kecemasan berbicara di depan umum. Selain itu juga bertujuan untuk
membantu konseli menjadi waspada pada apa yang mereka hadapi dalam situasi
masalah, karena konseli sering tidak memperhatikan detail-detail yang mereka
hadapi dan informasi tentang situasi yang mereka pikirkan.
c. Menguraikan
peran dari fitur-fitur persepsi terpilih
Setelah konseli
menyadari kehadiran otomatis mereka. Mereka diminta untuk memerankan situasi
dan sengaja menghadapi fitur-fitur terpilih yang telah mereka proses secara
otomatis. Tujuannya adalah agar konseli dapat mengenali pikiran-pikiran dalam
situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang menimbulkan kecemasan, yang
dirasakan mengganggu diri konseli dan mengganti pikiran-pikiran tersebut agar
tidak menimbulkan kecemasan.
d. Identifikasi
persepsi alternatif
Pada tahap ini konselor
dapat membantu konseli mengubah fokus perhatiannya dengan menyeleksi
fitur-fitur lain dari masalah yang dihadapi. Tujuannya adalah agar konseli
mampu menyeleksi gambaran-gambaran lain dari perilaku yang dihadapi.
e. Modifikasi
dan persepsi dalam situasi masalah
Konselor dapat
membimbing konseli dengan mengarahkan konseli pada titik perhatian lain dari
situasi masalah. Tujuannya adalah agar konseli dapat menciptakan respon dan
pengamatan baru yang didesain untuk memecahkan perumusan model lama dan
meletakkan draf untuk perumusan baru yang lebih efektif. Beralih dari
pikiran-pikiran konseli dalam situasi yang mengandung tekanan atau situasi yang
menimbulkan kecemasan yang dirasakan mengganggu konseli ke pikiran yang tidak
menimbulkan kecemasan.
f. Pekerjaan
rumah dan penyelesaiannya
Konselor dapat
menyarankan yang diikuti konseli selama situasi ini format yang sama dengan
yang digunakan dalam terapi. Konseli diinstruksi menjadi lebih waspada akan
fitur-fitur terkode yang penting atau situasi profokatif dan penuh tekanan,
untuk menggabungkan perasaan yang tidak nyaman, untuk melakukan uraian peranan
atau kegiatan praktik dan mencoba membuat pergantian perceptual selama
situasi-situasi ini ke fitur-fitur lain dari situasi yang dulu diabaikan.
Tujuannya adalah agar konseli mengetahui perkembangan dan kemajuan selama
strategi ini berlangsung serta bisa menggunakan pikiran-pikiran dalam situasi
yang tidak mengandung tekanan dalam situasi masalah yang nyata.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
tahapan strategi reframing adalah
meliputi: 1) rasional yang memperkenalkan strategi reframing kepada konseli dan menjelaskan maksud dari
penggunaannya, 2) identifikasi persepsi dan perasaan konseli dalam situasi
masalah yang membantu konseli untuk mengidentifikasi persepsi atau
pikiran-pikiran yang muncul dalam situasi yang menimbulkan kecemasan, 3)
menguraikan peran dari fitur-fitur persepsi terpilih yang mengharapkan konseli
dapat memerankan kondisi kecemasan yang telah diidentifikasi pada tahap dua, 4)
identifikasi persepsi alternatif yang meminta konseli untuk memilih persepsi
alternatif atau sudut pandang baru sebagai pengganti dari persepsi sebelumnya
yang dilakukan pada tahap dua dan tiga, 5) modifikasi dan persepsi dalam
situasi masalah yang meminta konseli untuk berlatih dalam mengalihkan persepsi
lama (yang menimbulkan situasi tekanan dan kecemasan) ke persepsi baru (yang
lebih nyaman dan tidak menimbulkan kecemasan), 6) pekerjaan rumah dan tindak
lanjut yang mengharuskan konseli untuk berlatih dalam melakukan pengubahan
secara cepat dari persepsi lama ke persepsi atau sudut pandang yang baru dan
menerapkannya dalam kondisi yang nyata atau sebenarnya.
4.
Kegunaan Strategi Reframing
Cormier (1985: 417, 418) menyebutkan kegunaan strategi reframing antara lain :
a.
Dalam terapi keluarga, reframing digunakan sebagai suatu cara
untuk mengubah cara keluarga dalam pengkodean sebuah masalah atau konflik.
b.
Bagi konseli secara individu, reframing memiliki sejumlah kegunaan
antara lain :
1)
Dengan mengubah atau menata pengkodean
dan perasaan konseli, dapat mengurangi pembelaan dan mobilisasi sumber-sumber
konseli dan dorongan untuk berubah.
2)
Dapat mengalihkan fokus dari atribusi
tingkah laku yang terlalu dipermudah dan ingin dibuat konseli (aku malas atau
aku tidak tegas)
3) Dapat
menjadi strategi yang berguna dalam menangani konseli yang keras kepala.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka
dapat ditarik simpulan bahwa strategi reframing
memiliki kegunaan untuk terapi keluarga dan konseli secara individu, bagi
terapi keluarga berguna untuk mempersepsi permasalahan dengan cara atau sudut
pandang lain yang lebih tepat dan bagi konseli secara individu berguna untuk
mengubah cara konseli dalam memandang suatu masalah serta dapat membangkitkan
diri dari persepsi negatif yang tidak membangun.
5. Fokus dan tujuan Strategi
Reframing
Menurut
Cormier (1985:417), focus dari strategi reframing
terletak pada alasan yang salah dan keyakinan serta kesimpulan yang tidak
logis. Tujuannya adalah untuk membedakan keyakinan irasional atau pernyataan
diri negatif.
Jadi dapat disimpulkan bahwa fokus
dari strategi reframing adalah
keyakinan atau persepsi yang salah dan tidak logis dalam memandang diri sendiri
dan suatu masalah. Sedangkan tujuannya adalah untuk dapat membedakan dan
mengenali antara keyakinan irasional dengan keyakinan rasional atau pernyataan
diri positif.