Senin, 07 Mei 2012

Layanan Konsultasi


Kedudukan Layanan Konsultasi Dalam Bimbingan dan Konseling Pola 17 Plus
            Sejak tahun 1993 penyelenggaraan pelayanan Bimbingan dan Konseling (BK) memperoleh pembendaharaan instilah baru yaitu BK Pola 17. Hal ini member warna tersendiri bagi arah bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung BK di jajaran pendidikan dasar dan menengah. Pada abad ke-21, BK Pola 17 itu berkembang menjadi BK Pola 17 Plus. Kegiatan BK ini mengacu pada sasaran pelayanan yang lebih luas, diantaranya mencakup semua peserta didik dan warga masyarakat.
            Layanan konsultasi merupakan salah satu jenis layanan dari BK Pola 17 Plus. Layanan konsultasi dan layanan mediasi merupakan layanan hasil pengembangan dari Pola BK 17 Plus. Dengan adanya pengembangan layanan ini, maka layanan konsultasi dan layanan mediasi secara otomatis menjadi bidang tugas konselor dalam pelayanan Bimbingan dan Konseling, khususnya pelayanan BK di sekolah.

Pengertian Layanan Konsultasi BK
            Menurut Prayitno (2004:1) “Layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor terhadap konsulti yang memungkinkan konsulti memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara yang perlu dilaksanakan untuk menangani masalah pihak ketiga.” Konsultasi pada dasarnya dilaksanakan secara perorangan dalam format tatap muka antara konselor (sebagai konsultan) dengan konsulti. Konsultasi dapat juga dilakukan terhadap dua orang konsulti atau lebih kalau konsulti-konsulti itu menghendakinya.
            Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (2006:6) dijelaskan bahwa “Layanan konsultasi yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.”
            Dalam program bimbingan di sekolah, Brow dkk (dalam Marsudi, 2003:124) menegaskan bahwa “Konsultasi itu bukan konseling atau psikoterapi sebab konsultasi tidak merupakan layanan yang langsung ditujukan kepada siswa (konseli). Tetapi secara tidak langsung melayani siswa (konseli) melalui bantuan yang diberikan oleh orang lain.”
            Layanan konsultasi juga didefinisikan bantuan dari konselor ke klien dimana konselor sebagai konsultan kenseli sebagai konsulti, membahas tentang masalah pihak ketiga. Pihak ketiga yang dibicarakan adalah orang yang merasa dipertanggungjawabkan konsulti. Misalnya anak, murid atau orang tuanya. Bantuan yang diberikan untuk memandirikan konsulti sehingga ia mampu menghadapi pihak ketiga yang dipermasalahkannya
            Dari beberapa pengertian, dapat disimpulkan bahwa layanan konsultasi adalah layanan konseling oleh konselor sebagai konsultan kepada konsulti dengan tujuan memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan konsulti dalam rangka membantu terselesaikannya masalah yang dialami pihak ketiga (konseli yang bermasalah). Pada layanan konsultasi, dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap konsultasi yang dilakukan oleh konselor kepada konsulti dan tahap penanganan yang dilakukan oleh konsulti kepada konseli / pihak ketiga. Maka petugas pada tahap konsultasi adalah konselor, sedangkan petugas pada tahap penanganan adalah konsulti.
Tujuan Layanan Konsultasi BK
            Pada dasarnya setiap kegiatan tidak akan terlepas dari tujuan yang ingin dicapai. “Tujuan diberikannya bantuan yaitu supaya orang perorangan atau kelompok orang yang dilayani menjadi mampu menghadapi semua tugas perkembangan hidupnya secara sadar dan bebas” (Winkel,2005:32). Layanan konsultasi merupakan bagian dari layanan Bimbingan dan Konseling, maka tujuan dari layanan ini sepenuhnya akan mendukung dari tercapainya tujuan BK.
            Fullmer dan Bernard (dalam Marsudi, 2003:124-125) merumuskan tujuan layanan konsultasi sebagai bagian tujuan bimbingan di sekolah adalah sebagai berikut :
Ø  Mengembangkan dan menyempurnakan lingkungan belajar bagi siswa, orang tua dan administrator sekolah
Ø  Menyempurnakan komunikasi dengan mengembangkan informasi diantara orang yang penting
Ø  Mengajak bersama pribadi yang memiliki peranan fungsi bermacam-macam untuk menyempurnakan lingkungan belajar
Ø  Memperluas layanan dari para ahli
Ø  Memeperluas layanan pendidikan dari guru dan administrator
Ø  Membantu orang lain bagaimana belajar tentang perilaku
Ø  Menciptakan suatu lingkungan yang berisi semua komponen lingkungan belajar yang baik
Ø  Menggerakkan organisasi yang mandiri
Tujuan layanan konsultasi sebagaimana dikemukakan oleh Prayitno (2004:2) adalah:
1.      Tujuan umum
Layanan konsultasi bertujuan agar konsulti dengan kemampuannya dapat menangani kondisi dan atau permasalahan yang dialami pihak ketiga. Dalam hai ini pihak ketiga mempunyai hubungan yang cukup berarti dengan konsulti, sehingga permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu setidaknya sebagian menjadi tanggung jawab konsulti.
2.      Tujuan khusus
Kemampuan sendiri yang dimaksudkan diatas dapat berupa wawasan, pemahaman, dan cara-cara bertindak yang terkait langsung dengan suasana dan atau permasalahan pihak yang terkait itu (fungsi pemahaman). Dengan kemampuan sendiri itu konsulti akan melakukan sesuatu (sebagai bentuk langsung dari hasil konsultasi) terhadap pihak ketiga. Dalam kaitan ini, proses konsultasi yang dilakukan konselor di sisi yang pertama, dan proses pemberian bantuan atau tindakan konsulti terhadap pihak ketiga pada sisi yang kedua, bermaksud mengentaskan masalah yang dialami pihak ketiga (fungsi pengentasan).
Komponen Layanan Konsultasi BK
            Dari definisi layanan konsultasi, dijelaskan bahwa dalam proses konsultasi akan melibatkan tiga pihak, yaitu konselor, konsulti, dan pihak ketiga/konseli. Ketiga pihak ini disebut sebagai komponen layanan konsultasi. Ketiga komponen layanan konsultasi tersebut menjadi syarat untuk menyelenggarakan kegiatan layanan konsultasi.
            Dijelaskan oleh Prayitno (2004:3-4) bahwa : konselor adalah tenaga ahli konseling yang memiliki kewenangan melakukan pelayanan konseling pada idang tugas pekerjaannya. Sesuai dengan keahliannya, konselor melakukan berbagai jenis layanan konseling, salah satu diantaranya adalah layanan konsultasi. Konsulti adalah inidividu yang meminta bantuan kepada konselor agar dirinya mampu menangani kondisi dan atau permasalahan pihak ketiga yang (setidak-tidaknya sebagian) menjadi tanggung jawabnya. Bantuan itu diminta dari konselor karena konsulti belum mampu menangani situasi dan atau permasalahan pihak ketiga itu. Pihak ketiga adalah individu (atau individu-individu) yang kondisi dan atau permasalahannya dipersoalkan oleh konsulti. Menurut konsulti, kondisi / permasalahan pihak ketiga itu perlu diatasi dan konsulti merasa (setidak-tidaknya ikut) bertanggung jawab atas pengentasannya.
            Marsudi (2003:124-125) menyebutkan bahwa layanan konsultasi mengandung beberapa aspek, yaitu:
·         Konsultan yaitu seseorang yang secara profesional mempunyai kewenangan untuk memberikan bantuan kepada konsulti dalam upaya mengatasi masalah klien
·         Konsulti yaitu pribadi atau seoran professional yang secara langsung memberikan bantuan pemecahan masalah terhadap klien
·         Klien yaitu  pribadi atau organisasi tertentu yang mempunyai masalah
·         Konsultasi merupakan proses pemberian bantuan dalam upaya mengatasi masalah klien secara tidak langsung
Dalam layanan konsultasi ini dapat diperjelas bahwa penanganan masalah yang dialami konseli (pihak ketiga) dilakukan oleh konsulti. Konsulti akan dikembangkan kemampuannya oleh konselor pada saat tahap konsultasi berlangsung yaitu mengembangkan pada diri konsultasi tentang wawasan, pengetahuan, ketrampilan, nilai, dan sikap. Akhir proses konsultasi ini adalah konselor menganggap bahwa konsultasi mampu membantu menangani kondisi atau permasalahan pihak ketiga yang setidaknya menjadi tanggung jawabnya. Konsutasi adalah orang yang ikut bertanggung jawab terhadap masalah yang dialami pihak ketiga.
Asas Layanan Konsultasi BK
Munro, dkk (dalam Prayitno, 2004 : 5) menyebutkan ada tiga etika dasar konseling yaitu kerahasiaan, kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri (kemandirian). Etika dasar ini terkait langsung dengan asas konseling. Asas ini juga berlaku pada layanan konsultasi. Ketiga asas ini diuraikan sebagai berikut :
1. Asas kerahasiaan
            Seorang konselor diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan, dengan harapan adanya kepercayaan dari semua pihak maka mereka akan memperoleh manfaat dari pelayanan BK. Asas kerahasiaan pada layanan konsultasi yang dimaksudkan adalah menyangkut jaminan kerahasiaan identitas konsultasi dan pihak ketiga, dan jaminan kerahasiaan terhadap permasalahan yang dialami pihak ketiga.
2. Asas kesukarelaan
Kesukarelaan yang dimaksudkan pada layanan konsultasi adalah kesukarelaan dari konselor dan konsulti. Konselor secara suka dan rela membantu konsulti untuk membantu mengarahkan bantuan pemecahan masalah yang akan diberikan kepada pihak ketiga. Kesukarelaan konsulti yaitu bersikap sukarela dating sendiri kepada konselor dan kemudian terbuka mengemukakan hal-hal yang terkait dengan konsulti sendiri dan pihak ketiga dengan tujuan agar permasalahan yang dialami pihak ketiga segera terselesaikan.
3. Asas kemandirian
            Pada layanan konsultasi, konsulti diharapkan mencapai tahap-tahap kemandirian berikut menurut Prayitno 2004:8-9, yaitu:
a.       Memahami dan menerima diri sendiri secara positif dan dinamis
b.      Memahami dan menerima lingkungan secara objektif, positif dan dinamis
c.       Mengambil keputusan secara positif dan tepat
d.      Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang diambil
e.       Mewujudkan diri sendiri
Operasionalisasi Layanan Konsultasi BK
            Layanan konsultasi merupakan suatu proses, sehingga dalam pelaksanaannya menempuh tahap-tahap tertentu. Tahap-tahap pelaksanaan konsultasi hendaklah dilaksanakan secara tertib dan lengkap dari perencanaan sampai dengan penilaian dan tindak lanjutnya. Hal ini semua untuk menjamin kesuksesan layanan secara optimal. Langkah-langkah tersebut menurut Prayitno (2004:30-31) adalah sebagai berikut:
1)      Perencanaan
Langkah awal sebelum pelaksanaan layanan terlebih dahulu konselor melakukan perencanaan. Perencanaan dimaksudkan untuk mempermudah proses pelaksanaan. Perencanaan layanan konsultasi meliputi :
©      Mengidentifikasi konsulti
Dalam mengidentifikasi konsulti, tindakan dari seorang konselor adalah mengenal konsulti dengan maksud memperoleh data yang dibutuhkan konselor. Identifikasi dapat dilakukan dengan wawancara dan rapport. “Rapport adalah suatu hubungan (relationship) yang ditandai dengan keharmonisan, kesesuaian, kecocokan, dan saling tarik menarik” (Willis, 2004:46). Untuk menciptakan rapport, konselor harus memiliki sikap empati, mampu membaca perilaku nonverbal, bersikap akrab dan berniat memberikan bantuan tanpa pamrih.
©      Mengatur pertemuan
Mengatur pertemuan atau melakuakan kontrak artinya perjanjian antara konselor dengan konsulti. Sebagaimana dalam pelaksanaan konseling perorangan, terjadi kesepakatan kontrak waktu dan tempat pelaksanaan layanan konsulti. Penyelenggaraan layanan konsulti sangat tergantung pada kesepakatan antara konselor dan konsulti. Kesepakatan tersebut dimaksudkan untuk kenyamanan dan jaminan kerahasiaan proses konsultasi.
©      Menetapkan fasilitas layanan
Fasilitas layanan konsultasi adalah segala sesuatu yang menunjang pelaksanaan layanan konsultasi. Fasilitas yang ditetapkan tersebut misalnya tempat konsultasi yang menimbulkan perasaan nyaman, buku agenda konselor yang berisi janji pertemuan dengan konsulti, alat perekam yang tidak diketahui oleh konseli.
©      Menyiapkan kelengkapan administrasi
Sebelum konselor dan konsulti melakukan layanan konsultasi, maka perlu adanya kesiapan kelengkapan administrasi layanan. Adanya pengadministrasian dimaksudkan agar terdapat bukti adanya pelaksanaan layanan konsultasi. Misalnya konselor menyiapkan buku catatan hasil wawancara dengan konsulti, terdapat jurnal harian pelaksanaan layanan.
2)      Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan bagian inti dari layanan konsultasi. Pada layanan konsultasi, proses layanan dilakukan dengan dua tahap yaitu proses konsultasi antara konselor dan konsulti dan yang kedua adalah proses penanganan oleh konsulti terhadap pihak ketiga yang memiliki masalah. Secara jelas tahap ini meliputi :
Ø  Menerima konsulti
Penerimaan konsulti oleh konselor sangat mempengaruhi perkembangan proses layanan konsultasi selanjutnya. Hal ini dikarenakan bahwa dengan penerimaan yang baik oleh konselor, maka akan membuat kenyamanan konsulti dan pada akhirnya membantu kelancaran layanan konsultasi serta konselor harus mampu menerima konsulti baik secara verbal maupun non verbal. Menerima konseli secara verbal merupakan tanggapan verbal konselor yang diwujudkan dalam bentuk pernyataan atau ungkapan verbal secara sopan dan santun. Misalnya menerima konsulti dengan ucapan selamat siang pada awal konsultasi, menggunakan pertanyaan yang tidak menyinggung perasaan, tidak berlebih dalam berbicara dan masih banyak lainnya. Penerimaan non verbal merupakan reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, sikap tubuh, anggukan kepala, dan sebagainya.
Ø  Menyelenggarakan penstrukturan konsultasi
Penstrukturan layanan konsultasi diperlukan untuk membawa konsultasi mulai memasulki layanan konsultasi. Bagi konsultasi yang baru pertama kali melakukan layanan konsultasi maka diperlukan penstrukturan secara keseluruhan. Untuk memulai proses konsultasi, terlebih dahulu diawali dengan wawancara permulaan. Dari sudut konselor ada tiga tujuan pada wawancara permulaan dalam kaitan dengan proses konseling, yaitu :
a.       Menimbulksn suasana bahwa proses konseling dimulai
b.      Membuka aspek-aspek psikis pada diri konseli seperti kehidupan perasaan dan sikapnya
c.       Menjelaskan struktur mengenai proses bantuan yang akan diberikan
Penstrukturan pada layanan konsultasi diperlukan dengan tujuan agar terjadi kejelasan arah konsultasi yaitu dengan adanya pemahaman tentang pembatasan waktu konsultasi, pembatasan masalah apa yang dibahas, dan peranan keduanya akan membantu melancarkan kesuksesan layanan konsultasi.
Ø  Membahas masalah apa yang dibawa konsultasi berkenaan dengan pihak ketiga
“Seperti untuk layanan konseling perorangan, materi yang akan dibahas dalam layanan konsutasi tidak dapat ditetapkan terlebih dahulu oleh koselor, melainkan akan dikemukakan oleh konsulti ketika layanan berlangsung” (BSNP, 2006:24). Masalah yang dibahas oleh konsulti adalah masalah yang dialami oleh pihak ketiga, baik itu permasalahan pribadi, sosial, belajar atau karir.
Ø  Mendorong dan melatih konsulti
Hal ini bertujuan untuk :

a)      Mampu menangani masalah yang dialami pihak ketiga
Tugas konselor sebagi konsultan adlah membekali konsulti memperoleh WPKNS (Wawasan, Pengetahuan, Ketrampilan, Nilai, dan Sikap) agar dapat bertindak membantu penyelesaian masalah pihak ketiga. WPKNS konsultasi diuraikan sebagai berikut :
·         Wawasan
Wawasan konsultasi tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, dan lingkungan pihak ketiga. Wawasan yang dipahami oleh konsulti terhadap pihak ketiga, sejalan dengan fungsi pemahaman bimbingan dan konseling.
·         Pengetahuan
Yaitu konsulti perlu memiliki pengetahuan tentang diri pihak ketiga, permasalahan pihak ketiga, ataupun lingkungan pihak ketiga yang pembahasannya dikaitkan dengan kaidah pendidikan, psikologi, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain.
·         Ketrampilan
Menurut Prayitno (2004:19) bahwa “Ketrampilan yang perlu dikuasai konsulti dan diterapkan terhadap pihak ketiga adalah aplikasi alat-alat pendidikan, tiga pertanyaan terbuka, dorongan minimal, refleksi, serta teknik khusus pengubahab tingkah laku, seperti pemberian informasi dan contoh latihan sederhana dan pemberian nasihat secara tepat”.
·         Nilai
Konsultan perlu mengembangkan nilai-nilai pada diri konsulti dengan tujuan agar konsulti juga dapat memandang pihak ketiga berdasarkan nilai-nilai di kehidupan masyarakat. Misalnya nilai kemanusiaan, nilai sosial, nilai moral, dan lain sebagainya.
·         Sikap
Seorang konsulti pada layanan konsultasi perlu mengembangkan sikap positif dan sikap dinamis (developmental) terhadap diri pihak ketiga dan permasalahan yang dialami oleh pihak ketiga itu.dengan adanya nilai dan sikap tersebut diharapkan hubungan konsulti dan pihak ketiga semakin kondusif.


b)      Memanfaatkan sumber-sumber yang ada
Pengumpulan informasi-informasi mengenai pihak ketiga dapat diperoleh dari pihak ketiga itu sendiri ataupun lingkungan dekat pihak ketiga, misalnya keluarga, teman bermain, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, bahkan diperoleh dari media cetak atau elektronik. Pemberian informasi dari pihak yang terkait dengan pihak ketiga tersebut dikumpulkan dengan alasan untuk membantu menjelaskan masalah dan juga membantu tercapainya penyelesaian masalah pihak ketiga.
Ø  Membina komitmen konsulti untuk menangani masalah pihak ketiga dengan bahasa dan cara-cara konseling
Tugas konselor selanjutnya adalah melakukan persetujuan dengan konsulti agar konsulti bersedia membantu penyelesaian masalah piihak ketiga. Langkah penyelesaian  masalah pihak ketiga dilakukan oleh konsulti dengan menggunakan bahasa dan cara-cara konseling yang telah diperoleh konsulti dari pengembangan WPKNS.
 Yang dimaksud dengan konsulti dapat menggunakan bahasa dan cara-cara konseling misalnya, konsulti dapat menggunakan pertanyaan terbuka pada pihak ketiga, konsulti dengan melakukan penerimaan pihak ketiga dengan bahasa verbal dan non verbal, dalam hal mengambil keputusan dan lain-lain. Pada tahap penanganan pihak ketiga oleh konsulti tidak terlepas dari pantauan konselor bias terjadi kemungkinan alternative masalah pihak ketiga gagal dilakukan oleh konsulti, sehingga perlu dilakukan kembali atau dengan intervensi yang berbeda.
Ø  Melakukan penilaian segera
Penilaian segera dari layanan konsultasi dilaksanakan pada akhir setiap konsultasi yang dilakukan konselor dan konsulti. Penilaian dilakukan untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan yang telah dicapai dari proses pelaksanaan layanan. Focus penilaian segera layanan konsultasi adalah menilai konsulti berkenaan dengan ranah Understanding, Comfort, and Action (UCA). Ketiganya dijelaskan sebagai berikut :
a.       Understanding (U)
Tahap pertama pada layanan konsultasi adalah proses konsultasi antara konselor / konsultan dengan konsulti. Hasil dari tahap ini salah satunya adalah adanya pemahaman baru yang diperoleh konsulti. Pemahaman konsulti meliputi pemahaman tentang WPKNS, pemahaman permasalahan pihak ketiga yang dibahas, penyebab munculnya permasalahan, sampai pada pemahaman  konsulti tentang langkah penanganan yang telah diajarkan konselor.
b.      Comfort (C)
Selain menilai pemahaman konsulti pada proses konsultasi, konselor juga menilai perasaan yang berkembang pada diri konsultan. Pada penilaian segera ini, konselor menanyakan apakah konsulti merasa terbebani atau ketidaknyamanan terhadap konsultasi yang dilakukan atau terjadi sebaliknya.
c.       Action (A)
Penilaian segera tentang kegiatan dilakukan dengan cara menanyakan kepada konsulti tentang rencana kegiatan apa yang akan dilaksanakan pasca konsultasi dalam rangka mewujudkan upaya pengentasan masalah yang dialami pihak ketiga.
3)      Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan pada layanan konsultasi adalah melakukan evaluasi jangka pendek tentang keterlaksanaan hasil. Penilaian jangka pendek (laijapen) mengacu pada bagaimana konsultasi melakukan unsur kegiatan dari hasil proses konsultasi. Sasaran laijapen adalah respon atau dampak awal pihak ketiga terhadap tindakan penanganan yang dilakukan oleh konsulti.
Penilaian jangka panjang (laijapang) yang menjadi fokusnya adalah terjadi perubahan pada diri pihak ketiga. Perubahan yang dimaksudkan adalah yang berkaitan dengan permasalahan yang sejak awal dikonsultasikan.
4)      Analisis Hasil Evaluasi
Analisis hasil evaluasi yaitu menafsirkan hasil evaluasi dalam kaitannya dengan diri pihak ketiga dan konsulti sendiri. Tujuan utama dari analisis hasil evaluasi layanan konsultasi adalah untuk mempertimbangkan upaya tindak lanjut yang akan dilakukan sesuai dengan penanganan masalah pihak ketiga.
5)      Tindak Lanjut
Hasil penilaian digunakan sebagai pertimbangan tindak lanjut yang dapat dilakukan dengan konsultasi lanjutan, penghentian atau alih tangan (referral). Konsultasi lanjutan dilakukan berdasarkan kesepakatan kembali antara konsulti dan konsultan. Konsultasi ini diperlukan jika tahap penanganan dikatakan belum berhasil

Pemahaman Konselor tentang Layanan Konsultasi
            Konseling sebagai suatu profesi memiliki kompetensi utama minimal profesi konseling, diantaranya Kompetensi Pengembangan Kepribadian (KPK), Kompetensi Landasan Keilmuan dan Ketrampilan (KKK), Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB), Kompetensi Berkehidupan Bermasyarakat Profesi (KBB), memahami dan mempraktikkan jenis-jenis layanan konseling termasuk dalam KKB.
            Menurut Miller (Awalya, 1995:10) mengemukakan bahwa fungsi utama konselor adalah mengimplementasikan berbagai layanan program bimbingan. Seperti yang telah dijelaskan bahwa salah satu layanan dalam konseling adalah layanan konsultasi. Jadi mengimplementasikan layanan konsultasi merupakan tugas bagi konselor sekolah. Untuk mencapai ketercapaian pelaksanaan layanan konsultasi, sebelumnya konselor perlu terlebih dahulu memehami makna tentang layanan konsultasi. Hal tersebut sejalan dengan kompetensi yang harus dimiliki konselor yaitu Kompetensi Keahlian Berkarya (KKB).
            Pemahaman dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengerti, mengingat, memperoleh makna dari pengetahuan atau informasi yang diperoleh kemudian dapat menjelaskan apa yang dipahami dengan baik. Pemahaman konselor dapat diperoleh dengan pengetahuan dan ketrampilan. Berkaitan dengan layanan konsultasi, maka arah pengetahuan tentang layanan konsultasi yaitu tentang operasionalisasi layanan konsultasi. Operasionalisasi layanan konsultasi meliputi adanya perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, dan tindak lanjut.
            Konselor mengetahui bahwa layanan konsultasi dapat dilakukan minimal menyangkut tiga kondisi yaitu hadapi satu pilihan atau beberapa pilihan dari tiga wilayah kehidupan, berkeinginan kuat terjadinya perubahan atau beberapa perubahan pribadi dalam satu atau lebih dari ketiga wilayah kehidupan, menjadi sangat bingung tentang bagaimana seharusnya mengorganisir memberi arti kehidupan dari satu atau lebih dari ketiga wilayah kehidupan.
            Pemahaman konselor tentang layanan konsultasi diartikan bahwa, setelah konselor mendapatkan informasi tentang layanan konsultasi sebagai fase I, kemudian konselor mampu untuk mengingat informasi yang didapatkan sebagai fase II, dan pada akhirnya diperoleh fase III yaitu telah memahami tentang langkah-langkah pelaksanaan layanan konsultasi yang tertib dan lengkap dan mampu untuk menjelaskan kembali apa yang telah dipahami.
            Sebelum melakukan layanan konsultasi, akan lebih baik jika konselor terlebih dahulu telah memahami tentang operasionalisasi layanan konsultasi. Peranan pemahaman sangat penting bagi konselor dalam pelaksanaan layanan konsultasi. Adanya pemahaman konselor tentang layanan konsultasi,maka konselor dapat melaksanakan layanan konsultasi dengan baik dan kemungkinan hanya terjadi sedikit kesalahan dalam pelaksanaannya.

0 komentar:

Posting Komentar